Dalam rangka meningkatkan wawasan dan kompetensi akademik dosen Magister Pendidikan Agama Islam (MPAI) Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN) Suska Riau menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Peningkatan Kompetensi Dosen Magister Pendidikan Agama Islam” pada Minggu, 19 Oktober 2025, bertempat di Aula Munaaqasah Pascasarjana UIN Suska Riau.
Kegiatan ini mengusung tema “Eco-Teologi dalam Pembelajaran Agama Islam dan Implementasi Kurikulum Berbasis Cinta” dan dibuka oleh Wakil Direktur Pascasarjana UIN Suska Riau, Abdul Hadi, M.A., Ph.D. Dalam sambutannya, beliau menegaskan pentingnya integrasi antara nilai-nilai keagamaan dan kesadaran ekologis dalam sistem pendidikan Islam modern. Menurutnya, pendidikan agama Islam perlu beradaptasi dengan tantangan global melalui pendekatan yang humanis, kontekstual, dan berorientasi pada cinta serta kelestarian lingkungan.

Kegiatan ini menghadirkan narasumber utama Prof. Dr. Syafruddin Nurdin, M.A., pakar kurikulum sekaligus Guru Besar dari UIN Imam Bonjol Padang. Dalam pemaparannya, Prof. Syafruddin menjelaskan konsep Eco-Teologi sebagai paradigma baru dalam pendidikan Islam yang menekankan keseimbangan antara spiritualitas dan tanggung jawab ekologis. Ia juga menyoroti pentingnya implementasi Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai langkah transformatif dalam membangun sistem pendidikan yang lebih manusiawi, adaptif, dan berkarakter.
Kegiatan ini dimoderatori oleh Dr. Alfiah, M.Ag., dosen UIN Suska Riau, yang memandu jalannya diskusi dengan dinamis dan interaktif. Para peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, serta praktisi pendidikan antusias mengikuti sesi tanya jawab yang menggali berbagai aspek teoretis dan praktis dari penerapan eco-teologi dalam pembelajaran agama.
Sementara itu, Direktur Pascasarjana UIN Suska Riau, Prof. Dr. Hj. Helmiati, M.Ag., dalam arahannya menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini. Ia menegaskan bahwa kegiatan peningkatan kompetensi seperti ini merupakan bentuk komitmen Pascasarjana UIN Suska Riau dalam mewujudkan pendidikan Islam yang unggul dan berdaya saing, sekaligus relevan dengan isu-isu global seperti perubahan iklim dan krisis kemanusiaan.
Melalui kegiatan ini, Pascasarjana UIN Suska Riau berupaya memperkuat peran akademisi dalam mengembangkan model pembelajaran agama Islam yang lebih inklusif, berkarakter, serta berlandaskan nilai cinta dan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan.

Testimoni dan Sambutan Pakar Kurikulum UIN Imam Bonjol Padang
Prof. Dr. H. Syafruddin Nurdin, M.Pd.
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas rahmat dan inayah-Nya, kita patut bersyukur atas lahirnya kebijakan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang dicanangkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Kebijakan ini merupakan langkah maju yang sangat strategis dan visioner dalam membangun sistem pendidikan Islam yang lebih manusiawi, relevan, dan transformatif.
KBC lahir sebagai respons terhadap dinamika zaman yang terus berubah, baik dalam aspek ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun dalam tantangan sosial-budaya yang kian kompleks. Kebijakan ini hadir bukan hanya untuk memperbarui muatan kurikulum secara administratif, tetapi sebagai pendekatan baru dalam melihat hakikat pendidikan sebagai proses pemanusiaan. Pendidikan bukan semata-mata transmisi pengetahuan, tetapi harus menumbuhkan kasih sayang, kepedulian, dan karakter mulia dalam diri peserta didik.
Secara filosofis, KBC dibangun di atas tiga pendekatan yang saling menguatkan: pendekatan humanistik yang memuliakan setiap peserta didik sebagai pribadi yang utuh dan unik; pendekatan progresif yang menekankan pentingnya pengalaman belajar yang bermakna dan kontekstual; serta pendekatan konstruktivistik yang mendorong peserta didik membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan. Ketiga pendekatan ini menjadi dasar dalam membentuk generasi pembelajar yang mandiri, berakhlak, dan mampu hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat majemuk.
KBC juga berakar kuat pada misi kenabian Rasulullah SAW sebagai rahmatan lil ‘alamin—pembawa kasih sayang bagi seluruh alam. Pendidikan dengan pendekatan cinta adalah bagian dari warisan profetik yang menekankan pentingnya akhlak, kelembutan, dan penghormatan terhadap martabat setiap manusia.
KBC juga selaras dengan teori fitrah, yang meyakini bahwa setiap manusia pada hakikatnya lahir membawa potensi kebaikan—termasuk kasih sayang, cinta pada nilai-nilai luhur, serta dorongan untuk menebar manfaat bagi sesama dan lingkungan sekitarnya. Melalui kurikulum ini, potensi fitrah itu tidak hanya dikenali, tetapi juga dirawat dan diarahkan agar berkembang menjadi kekuatan utama dalam pertumbuhan kepribadian anak.
Langkah ini sangat relevan dalam konteks bangsa kita yang multikultural. Kerukunan adalah syarat utama bagi kokohnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, kebijakan KBC bukan sekadar pembaruan kurikulum, tetapi juga bagian dari strategi kebangsaan untuk memperkuat kohesi sosial dan memperdalam semangat toleransi.
Kita menyaksikan fenomena sosial yang mengkhawatirkan seperti maraknya tawuran pelajar dan kekerasan antarkelompok remaja. Ini merupakan sinyal perlunya pendekatan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai kasih sayang dan saling menghormati sejak usia dini. KBC sangat tepat hadir dalam konteks ini—memberi jalan keluar jangka panjang melalui pembinaan karakter dan budaya damai dalam sistem pendidikan kita.
Tentu saja, keberhasilan dari kebijakan ini tidak akan terlihat secara cepat. KBC merupakan kebijakan jangka panjang yang hasilnya bersifat tak kasat mata (intangible), dan karena itu memerlukan kesabaran, konsistensi, dan komitmen dari semua pihak. Ia bukan kebijakan instan, tetapi investasi besar bagi masa depan bangsa.
Sebagai bagian dari warga akademik dan praktisi pendidikan, kita patut memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kementerian Agama RI atas keberanian dan ketajamannya dalam merumuskan kebijakan Kurikulum Berbasis Cinta. Ini adalah tonggak penting dalam reformasi pendidikan Islam di Indonesia, yang tidak hanya melanjutkan inisiatif sebelumnya seperti penguatan moderasi beragama, P5-PPRA, dan transformasi digital madrasah, tetapi juga memperdalam dimensi spiritual dan kemanusiaan dalam pendidikan.
Semoga kebijakan Kurikulum Berbasis Cinta ini menjadi sumber inspirasi dan energi baru dalam membangun generasi yang cerdas, berkarakter, rukun, dan membawa rahmat bagi semesta.
Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.

